Senin, 27 Februari 2017

Mengenal Kampung Adat Cikondang


Kampung Cikondang secara administratif  terletak di dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung Cikondang ini berbatasan dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah utara, dengan Desa Pulosari di sebelah selatan, dengan desa Tribakti Mulya di sebelah Timur, serta di sebelah barat berbatasan dengan desa Sukamaju.

Jarak dari Kota Bandung ke Kampung Adat Cikondang ini sekitar 38 Kilometer, sedangkan dari pusat Kecamatan Pangalengan sekitar 11 Kilometer.


Dari Kota Bandung ke arah Selatan melewati Kecamatan Banjaran dan Kecamatan Cimaung. Jarak dari ruas jalan Bandung-Pangalengan yang berada di wilayah Kampung Cibiana ke Kampung Cikondang satu  kilometer. Sedang dari jalan komplek perkantoran PLTA Cikalong, melewatai bendungan dengan tangga betonnya, selanjutnya melalui Kantor DEsa Lamajang sekitar satu setengah kilometer.

Potensi Budaya
a. Sejarah / Asal-usul
Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan"kondang" adalah nama pohon tadi.

Masih menurut penuturan kuncen, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wall yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya.

Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan is datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.

Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka membtuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat.

Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan "lulugu" (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan.

Sampai sekarang baru ada lima kuncen yang memelihara Bumi Adat
yaitu
1. Ma Empuh
2. Ma Akung
3. Ua Idil (Anom Idil)
4. Anom Rumya
5. Aki Emen.
Jabatan kuncen di Bumi Adat atau ketua adat kampung Cikondang memiliki pola pengangkatan yang khas. Ada beberapa syarat untuk menjadi kuncen Bumi Adat, yaitu harus memiliki ikatan darah atau masih keturunan leluhur Bumi Adat. la harus laki-laki dan dipilih berdasarkan wangsit, artinya anak seorang kuncen yang meninggal tidak secara otomatis diangkat untuk menggantikan ayahnya. Dia Iayak dan patut diangkat menjadi kuncen jika telah menerima wangsit. Biasanya nominasi sang anak untuk menjadi kuncen akan sirna jika pola pikirnya tidak sesuai dengan hukum adat Ieluhurnya.

Pergantian kuncen biasanya diawali dengan menghilangnya "cincin wulung" milik kuncen. Selanjutnya orang yang menemukannya dapat dipastikan menjadi ahli waris pengganti kuncen. Cnncin wulung dapat dikatakan sebagai mahkota bagi para kuncen di Bumi Adat kampung Cikondang.
Kuncen yang telah terpilih, dalam kehidupan sehari-hari diharuskan mengenakan pakaian adat Sunda, Iengkap dengan iket (ikat kepala). Jabatan kuncen Bumi Adat mencakup pemangku adat, sesepuh masyarakat, dan pengantar bagi para pejiarah.

b. Religi, Sistem Pengetahuan, dan Tabu
Seluruh warga masyarakat Kampung Cikondang beragama Islam, namun dalam kehidupan sehad-harinya masih mempercayai adanya roh-roh para leluhur. Hal ini dituangkan dalam kepercayaan mereka yang menganggap para leluhurnya ngauban (melindungi) mereka setiap saat. Leluhur itu pula yang dipercaya dapat menyelamatkan mereka dari berbagai persoalan, sekaligus dapat mencegah marabahaya yang setiap saat selalu mengancam.

Leluhur utama mereka yang sangat dipuja adalah Eyang Pameget dan Eyang Istri, kedua eyang ini dipercaya masyarakat setempat sebagai salah satu wali yang bertugas menyebarkan agama Islam di kawasan Bandung Selatan, khususnya di kampung Cikondang. Di tempat inilah akhirnya kedua eyang ini mengakhiri hidupnya dengan tidak meninggalkan jejak; masyarakat setempat mempercayai bahwa kedua eyang ini "tilem".
Adat istiadat yang bertalian dengan leluhur misalnya kebiasaan mematuhi segala pantangan-pantangan (tabu) dan melaksanakan : upacara-upacara adat.

Upacara adat tersebut pada hakekatnya merupakan komunikasi antara masyarakat dengan leluhurnya yang dianggap sangat berjasa kepada mereka yaitu sebagai orang yang membuka atau merintis pemukiman Cikondang. Dalam upacara tersebut warga menyampaikan rasa syukur dan terima kasih kepada leluhurnya.

Beberapa pantangan atau tabu yang berlaku di masyarakat kampung Cikondang, khususnya tabu saat pelaksanaan upacara adat Musiman, antara
lain sebagai berikut

    * Melangkahi nasi tumpeng terutama untuk kegiatan upacara. Begitu juga konca, susudi, dan takir.
    * Menendang duwegan, terutama duwegan untuk keperluan sajian (sajen), yang melanggar akan mendapatkan musibah. Pernah ada kejadian, si pelanggar mendapatkan musibah tabrakan yang membuat kakinya cacat seumur hidup.
    * Kelompok yang mencari daun pisang Manggala ke hutan untuk keperluan upacara adat tidak boleh memisahkan diri dari rombongan, jika dilakukan sexing kesasar walaupun sebelumnya telah mengetahui dan menguasai situasi dan kondisi hutan di daerahnya.
    * Pergi ke hutan pada hari Kamis.
    * Berselonjor kaki clad arah utara ke selatan.
    * Kencing tidak boleh mengarah ke selatan, harus ke utara. Ke arah barat dan timur kurang baik.
    * Menginjak parako; wadah atau alas hawu (perapian) sekaligus pemisah dengan bagian luar.
    * Menginjak bangbarung (bagian alas pintu).
    * Melakukan kegiatan di hari Jumat dan Sabtu, kecuali hari Sabtu untuk penetapan hari H upacara.
    * Acara menumbuk padi lulugu tidak boleh jatuh pada hari Selasa dan Jumat. Menumbuk padi lulugu harus dilakukan pada tanggal 13 Muharam, jika tanggal ini jatuh pada had tersebut, maka harus digeser pada hari be rikutnya; artinya jika jatuh pada hari Selasa maka kegiatan dialihkan pada had Rabu, begitu juga jika jatuh pada hari Jumat maka kegiatan dilakukan pada hari Sabtunya.
    * Rumah penduduk tidak boleh menghadap ke arah Bumi Adat, kecuali perumahan di seberang jalan desa.
    * Jarah atau berjiarah tidak boleh dilakukan pada hari Jumat dan Sabtu.
    * Wanita datang bulan (haid) dan yang sedang nifas tidak boleh masuk Bumi Adat. Jika ada keperluan yang berkaitan dengan Bumi Adat atau ingin menanyakan sesuatu kepada Anom, disediakan bale-bale di bagian depan Bumi Adat.
    * Di Bumi Adat dilarang ada barang pecah belah dan barang-barang elektronik (modern) seperti radio, listrik, dan televisi.
    * Bumi Adat tidak boleh memakai kaca, dan menambah dengan bangunanlain.
    * Makanan yang dimasak untuk keperluan upacara tidak boleh dicicipi terlebih dahulu. Bagi mereka ada anggapan bahwa makanan yang dicicipi sebelum upacara selesai, sama dengan menyediakan makanan basi.
    * Menginjak kayu bakar yang akan digunakan untuk bahan bakar hawu dalam pembuatan tumpeng lulugu.
    * Daun pisang Manggala yang dipetik dari hutan keramat tidak boleh jatuh ke tanah.
    * Mengambil bahan makanan yang tercecer dan dimasukkan kembali ke tempatnya.
    *  Berkata kasar atau sompral.
    * Menyembelih ayam, selain ayam kampung.
    * Empat pesan dari kabuyutan:
    * Atap rumah tidak boleh menggunakan genting dan rumah harus menghadap ke utara. Maknanya : jangan lupa akan asal muasal kejadian bahwa manusia dari tanah dan mati akan menjadi tanah. Maksudnya jangan sampai menjadi manusia yang angkuh, sombong, dan takabur.
    * Jika ibadah haji harus menjadi haji yang mabrur yaitu haji yang mempunyai kemampuan baik lahir maupun batin.
    * Tidak boleh menjadi orang kaya. Maknanya : sebab menjadi orang kaya khawatir tidak mau bersyukur atas nikmat dari Tuhannya.
    * Tidak boleh menjadi pejabat di pemerintahan. Maknanya : takut menjadi pejabat yang tidak dapat mengayomi semua pihak.(sumber: bandung heritage)

Hutan Keramat di Lereng Gunung Tilu




Cikondang adalah nama sebuah kampung di lereng Gunung Tilu yang nyaman dan damai. Secara turun-temurun, masyarakat Kampung Cikondang masih teguh memegang adat istiadat leluhur. Karenanya, kearifan setempat mampu membuat alam sekitarnya lestari. Meski Cikondang telah berubah rupa sejak kebakaran besar tahun 1942 melanda kampung ini, namun nilai-nilai tradisi itu masih dipertahankan. Beberapa bangunan adat Inilah bentuk-bentuk kearifan lokal yang patut ditarik hikmahnya.

Kampung Cikondang terletak dalam wilayah Desa Lamajang, Kecamatan Pangalengan, Kabupaten Bandung. Kampung ini berbatasan langsung dengan Desa Cikalong dan Desa Cipinang (Kecamatan Cimaung) di sebelah utara, lalu dengan Desa Pulosari di sebelah selatan, dengan desa Tribakti Mulya di sebelah Timur. Sedangkan di sebelah barat berbatasan dengan desa Sukamaju. Dari kota kecamatan Pangalengan, Kampung Cikondang hanya berjarak 11 Km, sedangkan dari Kota Bandung berjarak 38 Km.


Warga Kampung Adat Cikondang terdiri dari sekitar 200 kepala keluarga. Meski telah menjalani hidup secara modern, namun selama lebih dari 300 tahun, mereka mampu menjaga kelestarian lingkungan, berikut mahluk hidup di dalamnya. Salah satu buktinya adalah masih tetap terjaganya areal hutan yang oleh masyarakat setempat disebut hutan keramat atau hutan larangan.

Menurut sesepuh kampung Adat Cikondang, Abah Ilin Dasyah (73), hutan larangan atau hutan keramat milik kampung adat adalah seluas 3 hektar dan merupakan bagian dari Gunung Tilu. Dan berdasarkan peta wilayah, Cikondang memiliki areal persawahan seluas 4.200 meter persegi, terdiri dari lahan palawija 3.500 meter persegi dan permukiman atau rumah adat 700 meter persegi. Sementara luas pemakaman 5 hektar.

Masyarakat Cikondang taat benar bahwa hutan merupakan sumber kehidupan yang tidak boleh diganggu. Karenanya, jangan harap kita melihat ada warga di sana yang masuk hutan untuk mencari kayu bakar dengan cara menebangnya. ”Yang diperbolehkan adalah mengambil kayu-kayu yang sudah jatuh di tanah atau dari pohon-pohon yang sudah tumbang tumbang, " kata Abah Ilin.

Uniknya, masyarakat dari luar komunitas adat Cikondang pun tidak berani masuk ke hutan tersebut. Mereka memercayai bila berlaku sembrono, mereka akan tersesat di dalamnya. Pohon-pohon di hutan itu pun masih rapat. Banyak pohon yang diameternya mencapai 2 meter. Dan setiap lima tahun sekali, untuk mengganti pohon tumbang, masyarakat menanam pohon lain, seperti rasamala, kayu putih, dan pinus. Sementara itu, jenis binatang yang ada di dalamnya antara lain kera, rusa, harimau, babi hutan, dan ular-ular besar.

Abah Ilin sendiri, yang merupakan generasi ketiga dari pendiri Kampung Cikondang, sangat giat melestarikan tradisi para leluhur demi keseimbangan alam. Hal semacam ini pun banyak dilakukan oleh warga lainnya. Karena itulah, di saat bencana alam seperti longsor dan banjir menghantam wilayah-wilayah lain di Jawa Barat, termasuk Kabupaten Bandung, tapi warga Kampung Cikondang aman-aman saja.


Satu keunikan Kampung Cikondang yang masih mencerminkan kehidupan bersahaja adalah kompleks rumah adat atau rumah keramat. Di sekeliling rumah adat ini terdapat lumbung padi yang biasa leuit. Kemudian tak jauh dari situ ada lisung dan penumbuk padi. Dan yang bisa disaksikan adalah di sana-sini masih terdapat pancuran air untuk keperluan mandi.

Bagi masyarakat Cikondang, rumah adat merupakan bagian warisan leluhur mereka yang harus dipelihara dengan baik, termasuk beberapa ketentuan yang berlaku di dalamnya. Di dalam rumah adat, tamu atau siapa pun orangnya hanya boleh minum atau makan dengan menggunakan peralatan yang terbuat dari seng. Piring dan tempat minum yang berupa cangkir terbuat dari seng. Penggunaan alat-alat makan dan minum dari bahan yang lain ditabukan.

Selain itu, karena di sebelah selatan rumah adat terdapat tempat ngahyang leluhur mereka, masyarakat Kampung Cikondang yang rumahnya berada di sekitar rumah adat tidak boleh membangun rumah yang menghadap ke arah selatan. Mereka juga tidak boleh tidur dengan menyelonjorkan kaki ke arah selatan atau kencing dan buang air dengan menghadap ke arah yang sama. "Dianggap tidak sopan," seorang penduduk lainnya menjelaskan.

Dulu, rumah-rumah di sekitar rumah adat bentuknya sama dengan rumah adat. Akan tetapi, setelah peristiwa kebakaran yang terjadi pada zaman penjajahan Belanda, bentuk bangunannya mulai berubah. Rumah keramat dilengkapi dengan lima kolam ikan, sawah setengah hektar, dan sawah darat seluas 3 Ha yang ditumbuhi ratusan tanaman, serta hewan yang sebagian sudah langka. Dari pemandangan ini terlihat pesan lingkungan yang diwariskan para leluhur mereka. Jenis-jenis tumbuhan dan hewan yang ada di sekeliling rumah adat juga didata dengan baik.

"Tanaman di luar makam keramat dan di luar halaman rumah adat mencapai 65 jenis dengan ribuan batang, sedangkan hewan yang terpelihara baik sebanyak 36 jenis yang mencapai ratusan ekor jumlahnya. Hewan mulai dari unggas peliharaan dan unggas liar, hewan pengerat, hewan melata, dan hewan liar," beber Abah Ilin Dasyah.

Selain itu, Kampung Cikondang juga menyimpan potensi wisata spiritual lain, misalnya Desa Lamajang sendiri memiliki 9 tempat keramat berupa makam keramat yakni Lamajang, Talun, Bojong, Jamaringan, Renggal, Ciguriang, Cikanjang, Cibiana, dan Cibodas Wetan.

Selain itu, Cikondang juga memendam kekayaan alam yang luar biasa indahnya. Diantaranya adalah enam curug (air terjun) yang tersebar di beberapa tempat. Sebut saja Curug Cimalaninda, Curug Cipadarinda, Curug Ciruntah, Curug Cisangiang, Curug Cikakapa, dan Curug Ceret. Namun, untuk mencapai salah satu curug tersebut harus melalui usaha yang keras, sebab medannya cukup berat. (***)

Selasa, 10 Januari 2017


Kabupaten Bandung terdiri atas 31 kecamatan, yang dibagi lagi menjadi 277 desa dan kelurahan (pascapemekaran). Pusat pemerintahan terletak di Kecamatan Soreang.
No. Kecamatan Desa/Kelurahan Jumlah
1 Arjasari Ancolmekar, Arjasari, Baros, Batukarut, Lebakwangi, Mangunjaya, Mekarjaya, Patrolsari, Pinggirsari, Rancakole, Wargaluyu 11
2 Baleendah Andir, Baleendah, Bojongmalaka, Jalekong, Malakasari, Manggahang, Rancamanyar, Wargamekar 8
3 Banjaran Banjaran Wetan, Banjaran, Ciapus, Kamasan, Kiangroke, Margahurip, Mekarjaya, Neglasari, Pasirmulya, Sindangpanon, Tarajusari 11
4 Bojongsoang Bojongsari, Bojongsoang, Buahbatu, Cipagalo, Lengkong, Tegalluar 6
5 Cangkuang Bandasari, Cangkuang, Ciluncat, Jatisari, Nagrak, Pananjung, Tanjungsari 7
6 Cicalengka Babakanpeuteuy, Cicalengka Kulon, Cicalengka Wetan, Cikuya, Dampit, Margaasih, Nagrog, Narawita, Panenjoan, Tanjungwangi, Tenjolaya, Waluya 12
7 Cikancung Cihanyir, Cikancung, Cikasungka, Ciluluk, Hegarmanah, Mandalasari, Mekarlaksana, Srirahayu, Tanjunglaya 9
8 Cilengkrang Cilengkrang, Cipanjalu, Ciporeat, Girimekar, Jatiendah, Melatiwangi 6
9 Cileunyi Cibiru Hilir, Cibiru Wetan, Cileunyi Kulon, Cileunyi Wetan, Cimekar, Cinunuk 6
10 Cimaung Campakamulya, Cikalong, Cimaung, Cipinang, Jagabaya, Malasari, Mekarsari, Pasirhuni, Sukamaju 9
11 Cimenyan Cibeunying, Ciburial, Cikadut, Cimenyan, Mandalamekar, Mekarmanik, Mekarsaluyu, Padasuka, Sindanglaya 9
12 Ciparay Babakan, Bumiwangi, Ciheulang, Cikoneng, Ciparay, Gunungleutik, Manggungharja, Mekar Laksana, Mekarsari, Pakutandang, Sarimahi, Serangmekar, Sigaracipta, Sumbersari 14
13 Ciwidey Ciwidey, Lebakmuncang, Nengkelan, Panundaan, Panyocokan, Rawabogo, Sukawening 7
14 Dayeuhkolot Cangkuang Kulon, Cangkuang Wetan, Citeureup, Dayeuhkolot, Pasawahan, Sukapura 6
15 Ibun Cibeet, Dukuh, Ibun, Karyalaksana, Laksana, Lampegan, Mekarwangi, Neglasari, Pangguh, Sudi, Talun, Tanggulun 12
16 Katapang Banyusari, Cilampeni, Gandasari, Katapang, Pangauban, Sangkanhurip, Sukamukti 7
17 Kertasari Cibeureum, Cihawuk, Cikembang, Neglawangi, Santosa, Sukapura, Tarumajaya 7
18 Kutawaringin Buninagara, Cibodas, Cilame, Gajahmekar, Jatisari, Jelegong, Kopo, Kutawaringin, Padasuka, Pameuntasan, Sukamulya 11
19 Majalaya Biru, Bojong, Majakerta, Majalaya, Majasetra, Neglasari, Padamulya, Padaulun, Sukamaju, Sukamukti, Wangisagara 11
20 Margaasih Cigondewah Hilir, Lagadar, Margaasih, Mekar Rahayu, Nanjung, Rahayu 6
21 Margahayu Margahayu Selatan, Margahayu Tengah, Sayati, Sukamenak, Sulaeman 5
22 Nagreg Bojong, Ciaro, Ciherang, Citaman, Mandalawangi, Nagreg 6
23 Pacet Cikawao, Cikitu, Cinanggela, Cipeujeuh, Girimulya, Mandalahaji, Maruyung, Mekarjaya, Mekarsari, Nagrak, Pangauban, Sukarame, Tanjungwangi 13
24 Pameungpeuk Bojongkunci, Bojongmanggu, Langonsari, Rancamulya, Rancatungku, Sukasari 6
25 Pangalengan Banjarsari, Lamajang, Margaluyu, Margamekar, Margamukti, Margamulya, Pangalengan, Pulosari, Sukaluyu, Sukamanah, Tribaktimulya, Wanasuka, Warnasari 13
26 Paseh Cigentur, Cijagra, Cipaku, Cipedes, Drawati, Karangtunggal, Loa, Mekarpawitan, Sindangsari, Sukamanah, Sukamantri, Tangsimekar 12
27 Pasirjambu Cibodas, Cikoneng, Cisondari, Cukanggenteng, Margamulya, Mekarmaju, Mekarsari, Pasirjambu, Sugihmukti, Tenjolaya 10
28 Rancabali Alamendah, Cipelah, Indragiri, Patengan, Sukaresmi 5
29 Rancaekek Bojongloa, Bojongsalam, Cangkuang, Haurpugur, Jelegong, Linggar, Nanjungmekar, Rancaekek Kulon, Rancaekek Wetan, Sangiang, Sukamanah, Sukamulya, Tegalsumedang, Rancaekek Kencana 14
30 Solokan Jeruk Bojongemas, Cibodas, Langensari, Padamukti, Panyadap, Rancakasumba, Solokan Jeruk 7
31 Soreang Cingcin, Karamatmulya, Pamekaran, Panyirapan, Parungserab, Sadu, Sekarwangi, Soreang, Sukajadi, Sukanagara 10

Total

Kab. Bandung Barat

 

Secara administratif, Kabupaten Bandung Barat terdiri dari 15 kecamatan yaitu:
  1. Kecamatan Lembang,
  2. Kecamatan Parongpong,
  3. Kecamatan Cisarua,
  4. Kecamatan Cikalongwetan,
  5. Kecamatan Cipeundeuy,
  6. Kecamatan Ngamprah,
  7. Kecamatan Cipatat,
  8. Kecamatan Padalarang,
  9. Kecamatan Batujajar,
  10. Kecamatan Cihampelas,
  11. Kecamatan Cililin,
  12. Kecamatan Cipongkor,
  13. Kecamatan Rongga,
  14. Kecamatan indangkerta dan
  15. Kecamatan Gununghalu,

DAFTAR GUNUNG YANG MENGELILINGI BANDUNG

Seperti yang kalian ketahui Kota Bandung merupakan kota yang dikelilingi oleh banyak gunung, gunung-gunung yang ada di bandung juga sangatlah indah dan sebagian besarnya gunung-gunung yang ada di Bandung masih perawan atau jarang dijamah. Selain itu Kota Bandung juga memiliki banyak gunung yang sudah menjadi obyek wisata seperti gunung tangkuban perahu.

Ini merupakan daftar gunung-gunung yang ada di Kota Bandung :

Nama Gunung
Tinggi
Letak Gunung
Bedil 2086 mdpl Kec Pangalengan dan KecKertasari
Bukit Tunggul 2206 mdpl Kec Cilengkrang, Kec Lembang dan Kab Subang
Burangrang 2064 mdpl Kec Cisarua Dan Ka Purwakarta
Buyung 1436 mdpl Kec Cicalengka dan Kab Garut
Careuh 2148 mdpl Kec Pasirjambu
Gambung Sedaningsih 2194 mdpl Kec Pangalengan dan Kec Kertasari
Haruman 2141 mdpl Kec Cimaung
Kaledong 1251 mdpl Kec Nagreg dan Kab Garut
Kancana 2199 mdpl Kec Kertasari
Karang Tengah 2157 mdpl Kec Pangalengan
Kendang 2617 mdpl Kec Kertasari dan Kab Garut
Kendeng 1901 mdpl Kec Gunung Halu dan Kab Cianjur
Lamajang 1758 mdpl Kec Pangalengan
Malabar 2329 mdpl Kecn Banjaran, Kec Ciparay dan Kec Pacet
Mandalawangi - Kec Cicalengka dan Kab Garut
Manglayang 1850 mdpl Kec Cileunyi dan Kab Sumedang
Masigit 2094 mdpl Kec Sindangkerta
Palasari 1859 mdpl Kec Girimekar
Pangparang 1957 mdpl Kec Cilengkrang dan Kab Sumedang
Pasir Cadas Panjang 2066 mdpl Kec Ciwidey
Patuha 2440 mdpl Kec Ciwidey
Patuha II 2399 mdpl Kec Pasirjambu
Puncak Lawang 2187 mdpl Kec Pasirjambu
Puntang 2223 mdpl Kec Cimaung dan Kec Banjaran
Puntang (Papandayan) 2555 mdpl Kec Kertasari dan Kab Garut
Puncak Besar 2341 mdpl Kec Pangalengan
Rakutak 1959 mdpl Kec Pacet
Sanggara 1903 mdpl Kec Cilengkrang Dan Kec Cisalak Subang
Sangser 1882 mdpl Kec Ibun
Sunda 1875 mdpl Bandung dan Purwakarta
Tambak Kruyung 1994 mdpl Kec Ciwidey dan Kec Sindangkerta
Tangkuban Perahu 2086 mdpl Kec Lembang Kec Sagalaherang Subang
Tikukur 1960 mdpl Kec Ciwidey
Tilu (Pangalengan) 2056 mdpl Kec Pangalengan
Tilu (Ciwidey) 1905 mdpl Kec Sindangkerta
Urug 2205 mdpl Kec Pasirjambu
Wayang (Pangalengan) 2198 mdpl Kec Pangalengan dan Kec Kertasari
Wayang (Sunda) 1848 mdpl Bandung dan Purwakarta
Windu 2147 mdpl Kec PangalenganDan kec Kertasari